Kamis, 20 Oktober 2011

Pemahaman Emosi Anak terhadap buku Perkawinan, Perceraian, dan Kesehatan Emosional Anak

Perkawinan, Perceraian,
dan Kesehatan Emosional Anak
          Dalam buku tersebut dijelaskan bagaimana keadaan dan kondisi seorang anak yang berada dalam keadaan yang tidak menguntungkan, misalnya orangtuanya  bercerai. Jika kita bertanya kepada orang dewasa yang semasa kecilnya kurang bahagia karena perkawinan orang tua yang tidak harmonis, maka kemungkinan kita akan mendengar kisah-kisah yang sedih, kebingungan, harapan palsu dan kepahitan. Barangkali mereka akan ingat kembali masa yang begitu menyalitkan ketika orang tua mereka akan bercerai, atau orang tua mereka adalah orang tua yang berusaha mempertahankan perkawinan demi anak-anak. Dapat kita bayangkan betapa pahitnya hidup di dalam keluarga yang orang tuanya saling menyakiti setiap harinya.
          Bila seorang ayah dan ibu memperlihatkan permusuhan dan penghinaan satu sama lain, anak-anak akan sangat menderita. Hal ini karena suasana sehari-hari sebuah perkawinan atau perceraian akan menciptakan sejenis ekologi emosional bagi anak-anak. Sama seperti sebuah pohon yang dipengaruhi oleh mutu udara, air dan tanah dalam lingkungan, maka kesehatan anak-anak akan ditentukan oleh hubungan-hubungan intim yang mengelilinginya. Pergaulan seorang ayah dan ibu terhadap anak akan mempengaruhi sikap dan prestasi anak, kemampuan untuk mengatur emosinya dan kemampuannya untuk bergaul dengan orang lain. Pada umumnya, jika orang tua saling mendukung dan mengasuh, maka mekarlah kecerdasan emosional anak. Berbanding terbalik dengan anak yang setiap hari mengalami permusuhan orang tua mereka, barangkali mereka akan menghadapi resiko-resiko yang buruk.
          Hal ini menjadi peringatan penting bagi orang tua atau pasangan yang hendak bercerai agar mengurungkan niatnya, dan segera terdorong untuk memperbaiki hubungan mereka. Jadi, dapat disimpulkan bahwa konflik antar orang tua itu sendiri yang sangat berbahaya bagi anak-anak, melainkan cara yang digunakan oleh orang tua untuk menangani perselisihan mereka.[1] Pelatihan emosi dapat mempunyai efek penyangga, artinya bila orang tua dapat mendampingi anak-anak mereka secara emosional, dengan menolong mereka mengatasi perasaan-perasaan negatif, dan membimbing mereka melalui saat-saat stres keluarga, anak-anak itu akan terlindung dari banyak pengaruh yang merusak, yang diakibatkan oleh masalah keluarga, termasuk perceraian. Sampai saat ini, pelatihan emosi merupakan satu-satunya penyangga yang telah teruji melawan efek-efek berbahaya ini.
          Jadi dapat kita simpulkan bahwa peta jalan untuk menjadi orang tua yang baik adalah peta jalan yang sama untuk memperbaiki sebuah perkawinan. Gaya pribadi yang sama yang ditunjukkan oleh orang tua adalah cara untuk melatih emosi anak. Sadar secara emosional, berempati dan terbuka terhadap pemecahan masalah secara bersama-sama merupakan suatu gaya yang baik bagi sebuah pernikahan. selain menjadi orang tua yang baik, mereka juga telah memperbaiki hubungan dengan pasangan hidup mereka. Satu hal yang perlu kita ingat adalah dimana perselisihan rumah tangga dan perceraian mempengaruhi anak-anak.

Tanggapan dan Refleksi
          Pada masa sekarang ini, banyak terjadi perceraian antar pasangan, mereka cenderung membawa egois mereka masing-masing. Tanpa mereka sadari, hal tersebut memberikan goresan hitam yang sangat  memilukan bagi hati anak.[2] Sebagai orang Kristen, hendaklah kita dapat meneladani kasih yang diberikan Allah kepada kita dan kita bagikan kepada sesama kita, termasuk kepada pasangan dan kepada anak. Janganlah semudah membalikan telapak tangan ketika ssatu pasangan memutuskan untuk bercerai. Matius 19:6 menuliskan, Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Ini harus menjadi landasan suatu pernikahan. Pasangan suami, istri dan anak harus dapat menjadi satu keluarga yang harmonis yang meneladani kasih Kristus (Efesus 6:1-4).
          Orangtua harus memperlihatkan kasih, kehangatan dan komunikasi yang baik kepada anak mereka secara mendalam dan intensif. Ini bukanlah tugas yang mudah, oleh karena itu dalam keluarga tersebut harus dibiasakan untuk mengandalkan Tuhan sepenuhnya.[3] Hal-hal dasar yang harus dilakukan oleh orang tua terhadap anak adalah, harus mampu membesarkan anak-anak yang mengenal dan mengasihi Tuhan dan mengikuti jalanNya, memberikan kasih sayang secara melimpah, ajarlah dengan disiplin yang konsisten dan ajarlah dengan kata-kata anda.[4] Gereja juga harus mampu mengambil bagian dalam setiap permasalahan yang dihadapi oleh seorang anak. Misalnya anak yang tidak mendapatkan kebahagiaan dalam keluarganya, maka dalam kegiatan sekolah minggu, hendaknya dia dapat merasakannya.
DAFTAR PUSTAKA

Suhartin,R,I               
 Mengatasi kesulitan-kesulitan Pendidikan Anak Jakarta  (BPK Gunung Mulia)

Frank Minirth
2003                Kebahagiaan Sebuah Pilihan, Jakarta (BPK Gunung Mulia)


K.C. Hinckley                        
1996                Kompas Kehidupan Kristen, Bandung (Yayasan Kalam Hidup)




[1] [1] Frank Minirth, Kebahagiaan Sebuah Pilihan, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2003: hlm. 207.
[2] Ibid., hlm. 171.
[3] Frank Minirth, Kebahagiaan Sebuah Pilihan, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2003: hlm. 207.
[4] K.C. Hinckley, Kompas Kehidupan Kristen, Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1996: hlm. 194.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar